News Update :

Rame-rame Menggaet Investasi Dalam Perikanan


Tak jarang otonomi daerah membawa konsekuensi yangkontraproduktif bagi investasi di daerah
Usaha peternakan, menjadi salah satu unggulan di Kabupaten Subang. Investasi dalam angka yang besar di breeding farm (pembibitan unggas), oleh pejabat setempat disebut sebagai yang pertama. “Peternakan paling duluan investasi di sini. Selanjutnya, terus dipertahankan tetap stabil dan kondusif”. Demikian keterangan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat, Komir Bastaman
Masih menurut Komir, saat ini Pemda Subang tengah memroses permohonan perizinan investasi baru untuk usaha peternakan di wilayah itu. Tercatat, sebuah perusahaan asal Sumatera mengajukan izin usaha peternakan layer (ayam petelur) sistem closed house (kandang tertutup) di daerah Cipeundeuy. “Nilai investasi Rp 10 miliar,” imbuhnya. Selain itu, akan berdiri pula perusahaan feedlot (penggemukkan sapi potong) di daerah Kedawung dengan rencana awal populasi 1.000 ekor.
Sikap akomodatif terhadap investasi diwujudkan Pemkab Subang dengan proses perizinan satu atap sejak 5 tahun lalu, sehingga tidak berbelit – belit.Meski demikian, kata Komir, untuk selanjutnya pihaknya akan lebih selektif dan teliti dalam mengeluarkan izin. Alasannya, menghindari terjadi tumpang tindih dan saling ganggu antara usaha satu dengan yang lainnya. Pertimbangan lain, untuk mengerem laju alih fungsi lahan pertanian ke industri.
Demikian juga dengan Kabupaten Bogor. Kabupaten di selatan ibukota Jakarta ini gencar menjajakan wilayahnya untuk dikembangkan para investor, termasuk investasi usaha peternakan dan perikanan. “Kami punya pola pengembangan kawasan dengan 8 zonasi untuk sektor peternakan dan perikanan,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, Soetrisno.
Wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan peternakan dan perikanan, kata Soetrisno, adalah Jasinga, Tenjo, Parung Panjang, dan Rumpin bagian barat. Juga Bogor Timur seperti Suka Makmur, Cariu, dan Tanjung Sari.
Soetrisno mengklaim, Kabupaten Bogor memiliki keunggulan untuk investasi karena proses perizinannya mudah dan cepat, di bawah satu pintu. “Selain itu Bogor dekat dengan Jakarta, sebagai pasar utama. Berapapun hasil produksi peternakan dan perikanan dari Bogor akan terserap Jakarta,” ujarnya setengah promosi.
Perlu Ketegasan
Dimintai pendapatnya, Ketua Umum GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), Krissantono mengatakan, otonomi daerah membawa konsekuensi. Tak jarang konsekuensi itu kontraproduktif bagi investasi di daerah. Semestinya, penyerahan kewenangan ke daerah tidak diartikan kuasa sepenuhnya. ”Faktanya, tetap diperlukan kendali dari pemerintah pusat untuk mengatur instansi di daerah.Otoritas lintas kementerian seharusnya bisa digunakan,” komentar dia.
Krissantono meminta pemerintah konsisten memberi kesempatan usaha perunggasan berkembang di daerah. Tujuannya, pangan hewani yang relatif murah ini semakin mudah ditemui oleh masyarakat, dan konsumsi daging ayam-telur terdongkrak. ”Beri iklim usaha yang kondusif di daerah,” ujarnya. Masuknya industri ke suatu wilayah akan berdampak memajukan ekonomi masyarakat setempat. Kalau industri hengkang, daerah juga yang rugi.
Krissantono menyoroti soal kompartementalisasi. Prinsip kompartemen menyebutkan, berdasarkan tata ruang ideal, kawasan yang ditetapkan untuk breeding farm tidak diperbolehkan adanya peternakan lain. ”Nahini sering nggak konsisten!” ia setengah menggerutu.
Sementara itu, infrastruktur seperti jalan dan listrik ditunjuk Achmad Dawami–Ketua Umum Arphuin (Asosiasi RumahPotong Hewan Unggas Indonesia)—sebagai tuntutan krusialuntuk berkembangnya investasi di daerah. Tak terkecuali bagi pengembanganRPHU (Rumah potong hewan unggas).
Menurut Dawami, pengembangan RPHU dibutuhkan oleh daerah. Dengan berkembangnya RPHU, karkas yang beredar setempat berkualitas baik dan halalkarena berasal dari ayam yang dipotong di tempat resmi dan dikontrol. “Pedagang pasar tradisional tidak perlu beliayam hidup dan memotong,tapi mengambil karkas dari rumah potongsehingga pasar jadi bersih,”saran Dawami. Ditambahkannya, RPHU di daerah tidak harus besar.“Asalkan layak dan sesuai kebutuhan daerah,”imbuh Dawami.
Share this Article on :
 

© Copyright Jurnal Pertanian 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.